Konsep Pendidikan Mbah Hasyim Asy'ari dalam kitab Adabul ‘Alim Wamuta’allim
Dalam kitab Adabul ‘Alim Wamuta’allim beliau KH. Hasyim Asy'ari meninggalkan pesan yang mendalam kepada murid-murid yang sedang menuntut ilmu, khususnya dalam era saat ini, pasti pesan-pesan ini akan sangat bermanfaat jika kembali dipraktekan dalam pendidikan kita.
1.
Pemikiran Tentang Pembentukan Sikap Belajar dalam
kitab Adabul ‘Alim Wamuta’allim
Dalam
kerangka ilmiah, sesungguhnya yang dibutuhkan sebagai telaah konsep etika
pendidikan Islam khususnya terhadap peserta didik adalah studi analisis-kritis
dengan tetap mengedepankan obyektifitas kajian.
Konsep
Etika Peserta Didik yang ditawarkan dan ditampilkan oleh KH.Hasyim Asy’ari[1]
dalam kitab Adab al -‘Alim wa al-Muta’allim terbagi menjadi beberapa
bagian yang mendasarkan pada hal-hal elementer yang berkaitan tentang etika
peserta didik dalam dunia pendidikan Islam. Seperti keberadaan peserta didik
itu sendiri dan etika yang seharusnya melekat pada dirinya yang nantinya akan
berlanjut kepada bagaimana beretika terhadap guru, etika belajar yang benar,
dan tata cara beretika terhadap kitab. Dari keempat poin tersebut KH. Hasyim
Asy’ari memberikan konsep atau tata beretika sebagai seorang murid yang baik
dalam perincian sebagai berikut.
a. Etika Bagi Pencari Ilmu ( Pelajar)
Setidaknya ada 10 macam etika yang
harus dimiliki oleh seorang pencari ilmu ( pelajar), yaitu sebagai berikut:
1. Mengkondisikan agar hati tetap jernih
dan bersih. Sebelum mengawali proses mencari ilmu, seorang pelajar hendaknya
membersihkan hati terlebih dahulu dari berbagai macam kotoran dan penyakit hati
seperti kebohongan, prasangka buruk, hasut (dengki), serta akhlak-akhlak atau
akidah yang tidak terpuji. Hal tersebut sangat dianjurkan demi menyiapkan diri
pelajar yang bersangkutan di dalam menerima, menghafal, serta memahami ilmu
pengetahuan secara lebih baik dan mendalam.
2. Membangun niat yang luhur, yakni mencari
ilmu pengetahuan semata-mata
demi meraih ridha Allah SWT serta mengamalkannya setelah ilmu itu diperoleh,
mengembangkan syari’at islam, mencerahkann mata hati (batin), dan mendekatkan
diri (taqarrub) kepada Allah SWT. Oleh karena itu dalam upaya mencari ilmu
pengetahuan seorang pelajar tidak sepantasnya menanamkan motivasi mencari
kesenangan-kesenangan duniawi seperti pangkat/jabatan, kekayaan, pengaruh,
reputasi dan lain sebagainya.
3. Menyegerakan diri dari tidak menunda
waktu dalam mencari ilmu pengetahuan. Mengingat bahwa waktu (kesempatan) yang
telah berlalu mustahil akan terulang kembali. Seorang pelajar hendaknya juga
mengesampingkan aktivitas lain yang dapat mengurangi kesempurnaan dan kesungguhanya
dalam mempelajari ilmu pengetahuan.
4. Rela, sabar dan menerima keterbatasan
(keprihatinan) dalam masa-masa pencarian ilmu, baik menyangkut makanan,
pakaian, dan lain sebagainya. Dengan menanamkan sikap semacam itu niscaya
seorang pelajar akan sukses mengarungi luasnya samudera ilmu pengetahuan, juga
mampu menata hati dan pikiran (mendapatkan ketenangan bati dan pikiran), serta
memperoleh sumber-sumber hikmah ( kebijaksanaan) Imam Syafi’i ra
berkata:
لا يفلح من طلب العلم
بعزة النفس وسعة المعيشة ولكن من طلب بذلة النفس وضيق العيش وخدمة العلماء
"Tidaklah
beruntung orang yang dalam mencari ilmu pengetahuan selalu mengedepankan
kemuliaaan dirinya dan hidup dalam keserbamewahann. Akan tetapi orang yang
beruntung dalam mencari ilmu pengetahuan adalah mereka yang senantiasa rela dan
sabar dalam menjalani kehinaan, kesusahan hidup, dan melayani kepada ulama
(guru)."
5. Membagi dan memanfaatkan waktu serta
tidak menyia-nyiakannya, karena setiap sisa waktu ( yang terbuang sia-sia) akan
menjadi tidak bernilai lagi.
Seorang pelajar hendaknya juga mengetahui
waktu-waktu yang terbaik (tepat) dalam melakukan berbagai macam aktivitas
belajar. Dalam hal ini perlu diketahui bahwa waktu terbaik untuk menghafal
pelajaran adalah saat sahur (menjelang shubuh). Sedangkan waktu terbaik untuk
membahas pelajaran adalah pagi hari. Adapun siang hari adalah saat yang tepat
untuk aktivitas menulis. Kemudian untuk kegiatan muthola’ah (mengkaji
pelajaran) dan muzakaroh ( berdiskusi) akan sangat efektif jika dilakukan pada
malam hari.
Tidak berlebihan dalam mengkonsumsi makanan dan
minuman. Karena, mengkonsumsi makanan dan minuman terlalu banyak dapat
menghalangi seseorang dari melakukan ibadah kepada Allah SWT. Di samping itu,
perlu diketahui bahwa sedikit mengkonsumsi makanan akan menjadikan tubuh
seseorang sehat dan terhindar dari berbagai macam penyakit. Suatu syair
menyatakan sebagai berikut:
فان الداء اكثرما تراه يكون من الطعام او الشراب
“Sungguh, kebanyakan
penyakit yang biasa kita temui adalah disebabkan oleh faktor makanan dan minuman.”
6. Bersikap wara’ (waspada ) dan
hati-hati dalam setiap tindakan.
7. Tidak mengkonsumsi jenis-jenis makanan
yang bisa mengakibatkan akal (kecerdasan) seseorang menjadi tumpul (bodoh) seta
melemahkan kekuatan organ-organ tubuh ( panca indera). Jenis-jenis makanan
tersebut di antaranya adalah: apel, kacang-kacangan, air cuka dan lain
sebagainya.
8. Tidak terlalu lama tidur yakni selama
itu tidak membawa dampak negative bagi kesehatan jasmani maupun rohaninya.
Idealnya, dalam sehari semalam seorang pelajar tidur tidak lebih dari delapan
jam.
9. Menjauhkan diri dari pergaulan yang
tidak baik. Lebih-lebih dengan lawan jenis. Efek negatif dari pergaulan semacam
itu adalah, banyaknya waktu yang terbuang sia-sia serta hilangnya rasa
keagamaan seseorang yang diakibatkan seringnya bergaul dengan orang-orang yang
bukan ahli agama.
b. Etika Pelajar Terhadap Guru
Etika
yang seharusnya dimiliki seorang pelajar terhadap guru setidaknya ada 12 macam
sebagaimana berikut.
1. Dalam memilih figur seorang guru,
hendaknya seorang pelajar mempertimbangkan terlebih dahulu dengan memohon
petunjuk kepada Allah tentang siapa yang orang yang dianggap paling baik untuk
menjadi gurunya dalam menimba ilmu pengetahuan dan membimbing terhadap akhlak
yang mulia. Jika memungkinkan, ia hendaknya berupaya mencari guru yang
benar-benar ahli di bidangnya, memiliki kecakapan dan kredibelitas yang baik
dan memiliki kemampuan yang cukup baik dalam memberikan pengajaran serta
memiliki pemahaman yang mendalam di bidangnya.
Sebagian ulama salaf mengatakan:
هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذون دينكم
”Ilmu adalah agama, maka hendaknya kalian
melihat (mempertimbangkan terlebih dahulu) kepada siapakah kalian mengambil
agama kalian itu (menimba ilmu pengetahuan).”
2. Bersungguh-sungguh (berusaha keras)
dalam mencari seorang guru yang diyakini memiliki pemahaman ilmu-ilmu syariat
(agama Islam) yang mendalam serta diakui keahliannya oleh guru-guru yang lain.
Seorang guru yang baik adalah orang yang banyak melakukan kajian
(pembahasan/penelitian), perkumpulan (berdiskusi), serta bukan hanya orang yang
mempelajari ilmu hanya melalui buku (tanpa melalui bimbingan seorang guru)
ataupun dia tidak pernah bergaul dengan guruguru lain yang lebih cerdas. Imam
as-Syafi’I berkata:
من تفقه من بطون الكتب ضيع الاحكام
“Barang siapa mempelajari ilmu pengetahuan
yang hanya melalui buku, maka ia telah menyia-nyiakan hukum".
3. Seorang pelajar hendaknya patuh kepada
gurunya serta tidak membelot dari pendapat (perintah dan anjuran-anjurannya).
Bahkan idealnya, sikap seorang pelajar kepada gurunya adalah laksana seorang
pasien kepada seorang dokter yang ahli dalam menangani penyakitnya. Oleh karena
itu, ia hendaknya selalu meminta saran terlebih dahulu kepada sang guru atas
apapun yang akan ia lakukan dan serta berusaha mendapatkan restunya.
4. Memiliki pandangan yang mulia terhadap
guru serta meyakini akan derajat kesempurnaan gurunya. Sikap demikian akan
mendekatkan keberhasilan seorang pelajar dan meraih ilmu pengetahuan yang
bermanfaat. Diriwayatkan dari Abu Yusuf bahwa sebagian ulama salaf
pernah berkata:
من لا يعتقد جلالة استاذة لا يفلح
“Barang siapa tidak memiliki tekad memuliakan
guru, maka ia termasuk orang yang tidak beruntung”
5. Sebagai wujud penghormatan seorang
pelajar kepada seorang guru, diantaranya adalah tidak memanggil gurunya dengan panggilan
“ kamu”, “Anda” dan lain sebagainya, termasuk memanggil nama langsung gurunya
itu.’ Apabila ia hendak memanggil gurunya, hendaknya ia memanggil dengan
sebutan “ ya sayyidi ( wahai tuanku)”, “ ya ustadzi ( wahai Guruku)”, dan
sejenisnya.
6. Mengerti akan hak-hak seorang guru serta
tidak melupakan keutamaankeutamaan dan jasa-jasanya. Selain itu ia hendaknya
selalu mendo’akan gurunya baik ketika gurunya itu masih hidup ataupun telah
meninggal dunia (wafat), serta menghormati keluarga dan orang-orang terdekat
yang dicintainya.
7. Bersabar atas kerasnya sikap atau
perilaku yang kurang menyenangkan dari seorang guru. Sikap dan perilaku guru
yang semacam itu hendaknya tidak mengurangi sedikitpun penghormatan seorang
pelajar terhadapnya apalagi sampai beranggapan bahwa apa yang dilakukan oleh
gurunya adalah suatu kesalahan.
8. Meminta izin terlebih dahulu setiap kali
hendak memasuki ruangan pribadi guru, baik ketika guru sedang sendirian ataupun
saat ia bersama orang lain.
9. Apabila seorang murid duduk dihadapan
seorang guru, hendaknya ia duduk dengan penuh sopan dan santun.
10. Hendaknya murid berbicara dengan sopan
terhadap gurunya sebaik mungkin.
11. Jika murid mendengarkan penjelasan guru
tentang hukum suatu masalah atau tentang suatu faedah, atau guru menceritakan
kisah tertentu atau menyanyikan syair yang sudah dihafalnya, maka hendaknya ia
mendengarkan dengan sungguh-sungguh dan penuh antusias seolaholah belum pernah
mendengarkannya. ‘Atha r.a. berkata: “ Sungguh aku akan mendengarkan hadits
dari seseorang, walaupun aku lebih tahu tentang hadits itu darinya, aku akan
memperlihatkan diriku bahwa aku tidak lebih baik darinya”. Lebih lanjut Atho’
berkata: sesungguhnya ada beberapa pemuda yang sedang berdiskusi tentang sebuah
hadits, lalu aku mendengarkannya seakan-akan aku belum pernah mendengar hadits
itu sebelumnya, padahal aku telah mendengar hadits itu sebelum mereka
dilahirkan”. Jika murid ditanya guru tentang pelajaran yang sudah dihafalnya,
maka hendaknya ia tidak menjawab dengan “ sudah”, sebab jawaban ini terkesan
murid sudah tidak membutuhkan keberadaan guru, dan juga tidak dengan “ belum”,
sebab dengan jawaban ini murid telah berbohong, tetapi hendaknya murid menjawab
dengan “ saya sangat senang mendengar penjelasan pelajaran tersebut dari guru”
atau “ saya masih ingin menimba ilmu dari guru”.
12. Tidak mendahului seorang guru dalam
menjelaskan suatu persoalan atau menjawab pertanyaan yang diajukan oleh siswa
lain. Lebih-lebih dengan maksud menampakkan (pamer) pengetahuan (kepintarannya)
di hadapan guru. Hendaknya ia juga tidak memotong pembicaraan/penjelasan
gurunya ataupun mendahului perkataannya. Seorang murid juga harus
berkonsentrasi ketika diberi penjelasan ataupun ketika diberi perintah,
sehingga sang guru tidak perlu mengulanginya dua kali.
13. Jika guru memberikan sesuatu kepada
murid, hendaknya diterima dengan tangan kanan. Jika sesuatu itu berupa catatan
pelajaran, maka hendaknya dibaca, atau berupa cerita, buku agama dan
sejenisnya, maka hendaknya disebarluaskan.
c. Etika Murid Terhadap Pelajarannya
Etika
murid terhadap pelajarannya dan hal-hal yang harus ia pegang ketika bersama
dengan guru dan teman-temannya. Mengenai hal ini ada tiga belas[2],
yaitu:
1. Hendaknya murid harus mengetahui
ilmu-ilmu dasar yang harus diketahui, ada empat macam ilmu yang hukumnya fardhu
‘ain terlebih dahulu, yaitu:
a. ilmu tentang Dzat al-‘Aliyah
(pengetahuan tentang Allah)
b. Ilmu sifat ( pengeathuan tentang
sifat-sifat Allah)
c. Ilmu fiqh, yaitu pengetahuan tentang
ibadah ( ketaatan) dan hokum-hukum Allah.
d. Ilmu yang berkaitan dengan ahwal (
perilaku), maqamat ( tahap-tahap ketaatan /penghayatan dalam beribadah kepada
Allah)
2. Mempelajari Kitab Suci al-Qur’an
3. Khusus untuk pelajar pemuda, hendaknya
ia menjauhi pembahasanpembahasan yang didalamnya terdapat pertentangan ( khilafiyat)
di kalangan ulama, karena hal itu akan membingungkan pikirannya.
4. Apabila ia mempunyai niat menghafalkan
suatu teks /bacaan, seabiknya ia melakukan tashih (memastikan kebenaran teks
tersebut) terlebih dahulu kepada salah seorang guru atau orang yang lebih
memahami bacaan tersebut.
5. Tidak menunda-nunda waktu dalam
mempelajari setiap cabang ilmu pengetahuan, lebih-lebih pengetahuan tantang
hadits Rasulullah SAW.
6. Apabila ia telah benar-benar menguasai
pembahasan-pembahasan yang ringan/mudah, hendaknya ia melanjutkannya dengan
pembahasan yang lebih kompleks, luas, dan terinci. Oleh karena itu ia dituntut
harus segera menanamkan semangat belajar yang tinggi dalam mencari ilmu
pengetahuan.
7. Aktif menghadiri halaqoh yang
disampaikan oleh guru. Ia hendaknya selalu melakukan muzakaroh seraya
berkonsentrasi dalam menerima segala faedah dan faedah yang ada dalam halaqoh
gurunya itu.
8. Mengucapkan salam kepada jamaah setiap
kali memasuki halaqoh ( ruang kuliah atau pengajian). Kemudian setelah itu ia
hendaknya memberikan penghormatan khusus kepada gurunya. Adapun etika seorang
pelajar saat duduk bersama jama’ah di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Tidak mengusir orang yang terlebih
dahulu berada di dalam halaqoh
b. Tidak berdesak-desakan dengan anggota jamaah
yang lain
c. Tidak duduk di tengah-tengah halaqoh sehingga
dapat mengganggu kenyamanan jamaah lain.
d. Tidak menghalang-halangi orang yang
duduk di bagian belakang dari memperhatikan penjelasan yang disampaikan guru.
e. Tidak duduk di antara dua orang sahabat
dan memisahkan tempat duduk antara keduanya kecuali setelah mendapat izin dari
mereka.
f. Tidak malu menanyakan hal-hal yang belum
dimengerti.
9. Seorang pelajar hendaknya tidak
menanyakan hal-hal yang kurang relevan dan tidak patut ditanyakan kepada
gurunya.
10. Bersabar menunggu giliran dalam bertanya
kepada guru ketika banyak orang lain yang akan bertanya.
11. Duduk dengan sopan santun di hadapan
guru.
12. Tekun (bersungguh-sungguh) serta
kontinyu dalam mempelajari setiap kitab (pembahasan), dan tidak tergesa-gesa
pindah ke pembahasan lain sebelum ia benar-benar mampu memahami dengan baik.
13. Membantu (mendukung) keberhasilan
teman-teman sesama pelajar dalam meraih ilmu pengetahuan memberi petunjuk
kepada mereka tentang pentingnya beraktivitas yang positif, meringankan kesusahan
mereka, mempermudah mereka dalam menggapai anugerah, serta saling member
nasehat dan peringatan.
Semua hal di atas sangat penting diperhatikan oleh
seorang pelajar demi meraih pancaran hati, berkah ilmu pengetahuan, dan
tentunya pahala yang agung. Oleh karena itu, barang siapa kikir kepada
teman-temannya akan hal-hal diatas, maka jika Allah menghendaki ilmu
pengetahuan yang telah ia milki tidak akan kokoh terpatri di dalam hati dan
tidak pula berbuah manfaat.
Selain itu, hendaknya ia tidak menyombongkan diri di
hadapan mereka atas segala kebaikan yang telah dilakukan. Akan tetapi,
sebaiknya ia senantiasa memuji Allah SWT dan besyukur kepada-Nya.
Kemudian hal yang juga tidak kalah penting bagi
etika seorang pelajar adalah menghargai teman-temannya, yaitu dengan cara
selalu menebarkan salam, menunjukkan sikap kasih sayang, mudah memaafkan, tidak
membeberkan aib mereka, bersyukur dan berterima kasih atas kebaikan mereka,
serta menjaga tali persahabatan dan persaudaraan sebagai sesama muslim.[3]
d. Etika Terhadap Kitab
Etika
terhadap kitab adalah menyangkut bagaimana cara memperoleh,
meletakkan/menyimpan, menulis/mengutip, dan lain sebagainya. Dalam hal ini
sedikitnya ada lima macam etika yang harus diperhatikan oleh seseorang yang
sedang belajar. Lima etika tersebut adalah sebagai berikut:
1. Buku adalah salah satu sarana pokok
dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karenanya, hendaknya orang yang sedang
belajar memilikinya, baik dengan cara membeli, menyewa atau meminjam.
2. Apabila meminjam buku, maka hendaknya
segera mengembalikannya dan mengucapkan terima kasih
3. Jika menyalin suatu buku atau membaca
ulang, maka janganlah menaruh buku tersebut di lantai, namun taruhlah buku itu
diantara dua buku atau diantara dua sesuatu atau juga pada rak-rak buku untuk
umum dengan maksud agar tidak terputus jilidannya.
4. Apabila meminjam atau membeli buku, maka
telitilah dulu bagian awal, tengah dan akhirnya serta urutan pada masing-masing
bab dan halaman atau lembarnya.
5. Apabila menyalin suatu ilmu syariat,
maka hendaknya dalam keadaan suci dan menghadap kiblat, suci badan dan
pakaiannya dan juga tinta yang suci.
6. Hendaknya setiap memulai menulis
dilakukan dengan menulis bismillah.
[1] KH.
Hasyim Asy`ari, Adab al-`Alim wa al-Mat`allim, Maktabah al-Turats
al-Islami, Jombang, 1425 H, hal. 23.
[2]
Hasyim Asy’ari, Adab al-Alim wa al-Muta’llim ( menjadi orang bener dan
pinter), Qirtas,Yogyakarta. 2003, hal. 47
[3] KH.M. Hasyim Asy’ari, Etika Pendidikan Islam ( Petuah Kyai Hasyim
Asy’ari untuk para guru (kyai) dan murid (santri) ), Titia Wacana,
Yogyakarta, 2007, hal. 45-58
visit my blog arezeinstein.wordpress.com
BalasHapus