MAKNA DAN NAMA-NAMA AL-QUR'AN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan
Mu’jizat agung yang diberikan kepada Nabi yang agung pula yaitu Nabi Muhammad
SAW. Dalam sejarah telah diungkapkan bagaimana cara al-Qur’an turun dan
bagaimana pula prosesnya hingga sampai saat ini al-Qur’an jadi seperti
sekarang. Tak terlewatkan pula pembahasan tentang “Makna dan Nama-Nama lain
Al-Qur’an” yang dengan banyaknya perbedaan antara para ulama’ Ulumul Qur’an dan
ulama’ lain yang juga ikut membahasnya.
Tentang pengertian
al-Qur’an itu sendiri para ulama’ banyak berbeda pendapat tentang
pengertiannya. Namun semua itu pada intinya kembali kepada satu arti yang
sebagaimana dikehendaki oleh Allah SWT.
Dalam al-Qur’an itu
sendiri juga disebutkan banyak nama-nama lain dari al-Qur’an sendiri. Namun
masih banyak orang yang belum mengetahui apa yang di maksud dengan kata
al-Qur’an itu sendiri.
B.
Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka
dapat diangkat dua permasalahan yang perlu dijawab adalah
sebagai berikut:
1.
Bagaimana para ulama’ mendefinisikan makna al-Qur’an?
2.
Apa nama-nama lain al-Qur’an yang terdapat dalam
al-Qur’an itu sendiri?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Makna Al-Qur’an
1.
Etimologi Al-Qur’an
Bila
seseorang mendengar kata al-Qur’an atau Qu’an di sebut, ia segera mengetahui
bahwa yang di maksud adalah Kalam Allah atau Kalamullah SWT yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw. Membacanya ibadah, susunan kata dan isisnya merupakan
mukjizat.
Predikat
kalam Allah untuk al-Quran bukan datang dari Nabi Muhammad apalagi dari Sahabat
atau dari siapapun. Akan tetapi dari Allah, Dialah yang memberi nama kitab suci
agama Islam ini Quran sejak ayat pertamanya turun, yaitu:
إقرء
بسم ربّك الّذى خلق
Bacalah dengan nama
Tuhanmu yang menciptakan. (Al-Alaq, ayat 1)[1]
Pada surah lain yang
terbilang pertama diturunkan, Allah juga telah memperkenalkan bahwa kitab suci
agama ini bernama Al-Qur’an. Firman Allah:
ياأيهاالمزمّل.
قم الّيل إلاّقليلا.نصفه أوانقص منه قليلا.أوزدعليه ورتّل القران ترتيلا
Hai orang yang
berselimut, bangunlah(untuk sholat) di malam hari, kecuali sedikit(dari
padanya), yaitu seperduanya, atau kurangi sedikit dari seperduanya, atau
lebihkan dari seperduanya itu. Dan bacalah al-quran itu dengan tartil.
(al-Muzammil, ayat 1-4)[2]
Mengapa kitab suci ini
dinamai Al-Qur’an? Imam Syafi’i merasa tidak perlu mengupas asal usul pemberian
nama ini. Karena memang Allah-lah yang memberikan nama demikian. Sebagaimana
ketika Allah memberi nama Taurat dan Injil untuk kitab suci yang diberikan
kepada Nabi Musa dan Nabi Isa[3].
Pendapat Imam Syafi’i
ini juga di kuatkan oleh pendapat Mana’ Kholil al Qattan dalam kitabnya al-Mabahitsu
fi Ulumil Qur’an, beliau berkata:”Qur’an dikhususkan sebagai nama bagi
kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga Qur’an menjadi nama khas
kitab itu, sebagai nama diri. Dan secara gabungan kata itu dipakai untuk nama
Qur’an secara keseluruhan, begitu juga untuk penamaan ayat-ayatnya. Maka jika
kita mendengar orang membaca ayat al-Qur’an, kita boleh mengatakan bahwa ia
sedang membaca al-Qur’an”.
وإذاقرء
القران فاستمعوا له وأنصتوا (الأعراف :204)
“Dan
apabila dibacakan Qur’an, maka dengarlah dan perhatikanlah...”(al-A’raf :
204).[4]
Tetapi, ada ulama’ yang
dalam hal ini tidak memilih jalan seperti Imam Syafi’i. Mereka berusaha
menggali asal usul nama al-Qur’an ini. Al-Qur’an kata mereka berasal dari kata القرء yang
berarti الجمع (pengumpulan) dan الضمّ (penggabungan). Kata-kata, ayat-ayat dan
surah-surah yang terdapat di dalam al-Qur’an memang bergabung saling mendukung
membawa pesan yang sama. Atas dasar itulah, orang boleh saja menyebut kitab
suci ini القران (Qur’an) yang ditulis
tanpa huruf hamzah setelah huruf ra’-nya.
Pendapat yang
dikemukakan di atas, dinilai tidak kuat(dhaif) oleh Dr. Abu al-Mun’im an-Namr.
Al-Zarkasyi di dalam ب kata القري (al-Qaryu) yang berarti
الجمع (al-Jam’u) atau “kumpulan”. Pengertian ini diangkat dari
kebiasaan orang Arab yang sering mengucapkan kalimat جمعت الماء في الحوض (aku mengumpulkan air dalam kolam). Alasannya
menurut al-Raghib, karena al-Qur’an merupakan kumpulan buah kitab-kitab yang
diturunkan sebelumnya. Alasan lainnya karena al-Qur’an menghimpun berbagai
macam ilmu. Ini berarti, sejalan dengan keterangan Allah di dalam surah
al-An’am, ayat 38 yang mengatakan ...مافرّطنا في
الكتاب من شيء ...(Kami tidak mengalpakan sesuatu pun di dalam al-Kitab).
Pendapat yang disebut,
belakangan ini dibantah oleh kalangan yang oleh al-Zarkasyi disebut
Mutaakhiriin. Yang lebih tepat dalam pandangan generasi belakangan ini, kata
Qur’an berasal dari kata قرء (qara a) yang berarti ظهر dan بين yang bila diindonesiakan menjadi tampak,
jelas dan gamblang. Alasannya, karena orang yang membaca al-Qur’an berarti
ia menampakkan dan mengeluarkan al-Qur’an.[5]
Dr. Abdu al-Mun’im
al-Namr dari Mesir sepakat dengan Dr. TM. Hasbi Ash-Shiddieqy dari Indonesia. Kedua
ulama ini menurunkan قرء dalam pengertian تلا lah yang terasa lebih tepat. Al-Qur’an
kata mereka adalah masdar yang mempunyai makna isim maf’ul. Dengan demikian
al-Qur’an berarti مقروء (yang dibaca). Di
dalam al-Qur’an sendiri terdapat beberapa ayat yang mendukung pengertian ini.
Misalnya ayat yang berbunyi:
فَإِذَا
قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْاَنَهُ.
“Jika Kami telah usai membacakannya,
maka ikutilah becaannya itu” (al-Qiyamah, ayat 18).
Ayat lainnya berbunyi
...وَلَاتَعْجَلْ
بِالْقُرْاَنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُقْضَى إِلَيْكَ وَحْيُهُ...
“dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca
Al-Qur’an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu.” (Thaha, ayat 114)
Maksudnya , janganlah
kamu tergesa-gesa membaca al-Qur’an sebelum Jibril usai membacakan al-Qur’an
kepadamu.[6]
Sedangkan
para ulama’ ada yang berbeda pendapat tentang lafal al-Qur’an, tetapi mereka
sepakat bahwa lafal al-Qur’an adalah isim/kata benda, bukan fiil/kata kerja
atau huruf. Isim yang dimaksud dalam bhs. Arab sama dengan keberadaan isim-isim
yang lain, kadang berupa isim jamid atau isim mustaq.[7]
Ulama
yang mewakili pendapat bahwa lafal al-Qur’an merupakan isim jamid adalah Ibnu
Katsir dari madzhab Syafi’i, yang mengatakan bahwa lafal al-Qur’an merupakan lafal
khusus yang diberikan terhadap Kitab Allah sebagaimana Taurat, Injil dan Zabur.
Sedangkan
ulama’ yang berpendapat lafal al-Qur’an adalah isim Mustaq terbagi menjadi dua
golongan[8]:
a) Golongan pertama berpendapat,
bahwa huruf nun adalah huruf asli sehingga dengan demikian isim tersebut
disebut ismu mustaq dari materiقرن
qa-ra-na. Golongan yang berpendapat seperti ini masih terbagi dua juga:
a. Golongan
pertama diwakili – antara lain oleh – al-Asy’ari, Yang berpendapat bahwa kata
al-Qur’an diambil dari kalimat قرنت الشيء
باالشيءإذاضمّته إليه“Qaranat asy-syaiu bis-syai’i adza
dhammamatuh ilahi”. Ada juga yang berpendapat, diambil dari kalimat “Qarana
baina al-ba’irain, idza jama’a bainahuma”. Dari kalimat yang terakhir ini
muncul sebutan Qiran terhadap pengumpulan pelaksanaan ibadah haji dan umrah
dengan hanya satu ihram.
b. Golongan
kedua diwakili – antara lain oleh – al-Farra’, Berpendapat bahwa lafal mustaq
dari kataقرء qara’un, jama’ dari kataقرينة qarinah, karena ayat-ayat
al-Qur’an (lafalnya) banyak yang sama antara yang satu dengan yang lain.
b) Golongan kedua
berpendapat, bahwa huruf alif dalam kata al-Qur’an adalah huruf asli. Pendapat
seperti ini juga terbagi dalam dua golongan.
a. Golongan
pertama diwakili antara lain oleh al-Lihyanin, yang berpendapat bahwa lafal
al-Qur’an dalah bentuk masdar mahmuz mengikuti wazan al-Ghufran, dan ia
merupakan mustaq dari kata qara’a yang mempunyai arti sama dengan tala.
Al-Qur’an bisa juga disebutالمقروء al-Maqru’, merupakan sebutan bagi objek dalam bentuk
masdarnya, hal ini bisa dilihat pada firman Allah:
“Sesungguhnya atas
tanggungan Kami-lah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai)
membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya
itu.” (Q.S. al-Qiyamah: 17-18).
b.
Golongan
kedua diwakili antara lain oleh az-Zujaj, yang berpendapat bahwa lafal
al-Qur’an diidentikkan dengan wazan fu’lan, yang merupakan mustaq dari lafalالقرء al-qar’u yang mempunyai arti الجمع al-jam’u. Kita bisa ambil contoh, قرءالماءفى الحوض إذا جمع . Ibnu al-Atsir
berpendapat bahwa disebut al-Qur’an karena di dalamnya memuat kumpulan
kisah-kisah, amar ma’ruf nahi munkar, perjanjian, ancaman, ayat-ayat dan
surat-surat; dan lafal al-Qur’an adalah bentuk masdar seperti kata غُفْرَانdanقُرَانْ .
Dalam bukunya Pengantar Ilmu al-Qur’an dan Tafsir,
Dra. H. St Amanah menuliskan bahwa Para Ulama’ berbeda mendefinisikan makna
Al-Qur’an berdasarkan ulama’ ahli di bidangnya masing-masing.[9]
Menurut ulama’
Kalam al-Qur’an ialah:
إنّه الصّفة القديمة المتعلّقة بالكلمات الحكميّة من أوّل الفاتحة
إلى سورة النّاس
Sesungguhnya al-Qur’an adalah sifat
qadim yang berkaitan dengan kalimat-kalimat yang bersifat hukmi dari surat
al-fatihah sampai surat an-naas.
Kalimat-kalimat itu azali, sunyi dari
huruf, lafadh, fikiran dan ruh. Kalimat itu tersusun, tidak datang sesudah yang
lain, sebagaimana kabar itu terletak di dalam cermin itu tersusun, bukan datang
sesudah yang lain.
Mereka berkata bahwa kalimat-kalimat itu
bersifat bukan hakekat yang digambarkan dalam bentuk huruf dan suara.
Mereka mengatakan bahwa kalimat-kalimat
itu azali untuk meneguhkan pengertian Qidam bagi-Nya.
Mereka mengatakan sunyi dari huruf,
lafadz, pikiran dan ruh untuk meniadakan sifat makhluk.
Demikian juga mereka mengatakan bahwa
kalimat-kalimat itu tidak datang sesudah yang lain, karena datang sesudah yang
lain(beriringan) itu menghendaki adanya masa, sedangkan masa itu baru.
Dan mereka menetapkan bahwa al-Qur’an
itu teratur adalah suatu kepastian, bahwa al-Qur’an hakekatnya yang teratur
bahkan istimewa dengan kesempurnaan tertib dan jalinannya.
Menurut ulama’ Ushul:
“Al-Qur’an adalah kalam Allah swt yang
diturunkan oleh Alla dengan perantaraan Malaikat Jibril ke dalam hati
Rosulullah bin Abdullah dengan lafadz(kata-kata) bahasa arab dan dengan makna yang
benar, agar menjadi hujjah bagi Rosul bahwa beliau adalah Rosul Allah dan
undang-undang bagi manusia yang megambil petunjuknya dan sebagai amal ibadah
dengan membacanya, ia di takwinkan di antara dua tepian mushaf, dimulai dengan
surat al-Fatihah diakhiri dengan surat an-nas, dinukilkan kepada kita dengan
jalan mutawatir baik dengan bentuk tulisan atau lisan dari satu generasi ke
generasi lain, terpelihara dari segala perubahan dan penggantian, hal ini
dibenarkan Allah swt dalam firman-Nya:
إنّا نحن نزّلنا
الذّكروإنّاله لحفظون. (الحجر:9)
“sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan
al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (al-Hijr: 9)
2.
Terminologi
Al-Qur’an
Dalam memberikan pengertian al-Qur’an, para ulama’ mempunyai
shighoh-shighah tertentu, ada yang panjang dan ada yang pendek. Sedangkan yang
paling mendekati dan sama menurut pengertian mereka tentang defenisi al-Qur’an
adalah Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muuhammad saw, bagi yang
membacanya mendapat pahala dan merupakan suatu ibadah.[10]
Dalam defenisi, “Kalam” merupakan kelompok jenis yang meliputi
segala kalam. Dan dengan menghubungkannya kepada Allah bearti tidak termasuk
kalam manusia, malaikat atau jin. Dan dengan kata-kata “yang diturunkan” maka
tidak termasuk kalam Allah yang sudah khusus menjadi milik-Nya. Dan menmbatasi
apa yang diturunkan itu hanya kepada “Nabi Muhammad saw.” tidak termasuk yang
diturunkan kepada Nabi sebelumnya, seperti Taurat, Injil dan Zabur. Sedangkan
kata “yang pembacaannya mendapat pahala” mengecualikan hadist ahad dan
hadis-hadis qudsi.[11]
B.
Nama-nama lain al-Qur’an
Al Qur'an, kitab suci agama Islam memiliki banyak nama. Nama-nama ini
berasal dari ayat-ayat tertentu dalam Al Qur'an itu sendiri
yang memakai istilah tertentu untuk merujuk kepada Al Qur'an itu sendiri.[12]
Para ulama’ berbeda pendapat tentang
jumlah nama al-Qur’an. Az-Zarkasyi menyebut bahwa al-Harrali membatasi nama
al-Qur’an hanya sampai 90 nama (Zarkasyi, I, 1400: 273)
Sedangkan az-Zarkasyi sendiri menyebut
nama al-Qur’an sebanyak 55 nama, dan ini mengutip pendapat Abu al-Ma’ali Azizi
bin Abdu al-Malik, lebih populer dengan sebutan Syaidalah (Zarkasyi, I,
1400: 273)
Al-Fairuz
Abadi sendiri mengatakan dalam kitabnya, Bashair Dzawi at-Tamyizfi Lathoif
al-Kitab al-Aziz, bahwa Allah menyebutkan 100 nama unuk al-Qur’an yang kami
susun secara sistematis (Abadi, I, 1406: 88). Nemun beliau hanya menyebutkan 89
nama, yang kemudian ditambahkan lagi empat sehingga berjumlah 93 nama
al-Qur’an.[13]
Sebutan
yang lebih relevan atau mengena untuk nama lain al-Quran[14]
adalah:
1.
Al-Kitab.
Dinamai al-Kitab karena ayat-ayat al-Qur’an tertulis dalam bentuk al-Kitab.
Dalilnya:
ذَالِكَ
الْكِتَابُ لاَرَيْبَ فِيْهِ، هُدًى لِلْمُتَّقِيْنَ (البقرة، 2)
Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi
mereka yang bertakwa,(al-Baqarah, ayat 2).
الر، كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النّاسَ مِنَ
الظُّلُمَاتِ إِلَي النُّوْرِبِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَي صِرَاطِالْعَزِيْزِالْحَمِيْدِ.
(إبراهيم، 1)
(Ini
adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari
gelap gulita kepada cahaya terang benderang(Ibrahim,
ayat 1)
Menurut pengertian yang dapat ditangkap
dari beberapa ayat al-Qur’an yang lainnya (misalnya surat al-Furqan, ayat 35
dan Maryam, ayat 30). Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa dan Injil kepada
Nabi Isa, juga disebut al-Kitab. Dan penganut agama yang memegang kedua kitab
ini disebut ahlu al-Kitab. Firman Allah:
قُلْ يَاأهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَي كَلِمَةٍ سَوَاءٍ
بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلاَّنَعْبُدَإِلاَّ اللهَ وَلاَنُشْرِكُ بِهِ
شَيْئَاويَتَّخِذَ بَعْضُنَابَعْضًاأَرْبَابًامِنْ دُوْنِ اللهِ، فَإِنْ
تَوَلَّوْا فَقُوْلُوْا اشْهَدُوْا بِأَنَّامُسْلِمُوْنَ. (العمران،64)
Katakanlah: "Hai Ahli
Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada
perselisihan antara kami dan kalian
...(al-Imran, ayat 64)
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik
kesimpulan, bahwa semua kitab suci yang diturunkan Allah kepada Nabi-nabinya
disebut Kitab atau al-Kitab.
2.
Al-Furqan. Yang berarti pembeda.
Yang berarti al-Qur’an menjelaskan antara yang hak dan yang bathil, antara yang
benar dan yang salah, antara yang baik dan yang buruk. Berdalil pada firman
Allah yang berbunyi:
تَبَارَكَ
الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَي عَبْدِهِ لِيَكُوْنَ لِلْعَالَمِيْنَ
نَذِيْرًا. (الفرقان، 1).
Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (Al Qur'an)
kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam,(al-Furqan, ayat 1)
Seperti
halnya Al-Kitab dipakai untuk sebutan semua kitab suci yang diturunkan Allah,
al-Furqan pun demikian. Sebab al—Furqan diturunkan pula kepada Nabi Musa dan
Harun. Mari kita simak ayat berikut ini:
وَلَقَدْ
أَتَيْنَا مُوْسَي وَهَارُوْنَ الْفُرْقَانَ... (الأنبياء، 48)
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa dan Harun
al-Furqan...” (la-anbiya’ ayat 48)
3.
Adz-dzikr,
disebut adz-dzikr yang berarti peringatan, menurut al-Zarkasyi, karena
al-Qur’an mengandungperingatan-peringatan, nasehat nasehat, serta informasi mengenai
umat yang telah lalu yang tentu saja sebagai peringatan dan nasehat juga bagi
orang yang bertakwa. Ayat al-Qur’an yang menunjuk di dalam surah Ali Imran ,
Al-Hijr dan An-Nahl. Misalnya ayat yang berbunyi:
وَقَالُوْا
يَا أيّهَا الَّذِي نُزِّلَ عَلَيْهِ الذِّكْرُ إِنَّكَ لَمَجْنُوْنٌ. (الحجر، 6)
“dan mereka berkata: “wahai orang yang
diturunkan padanya Al-Dzikr, sesungguhnya kamu betul-betul gila.”(al-Hijr,
ayat 6)
وَأَنْزَلْنَا
إِلَيْكَ الذِكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَانُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ
يَتَفَكَّرُوْنَ. النحل، 44)
“dan Kami telah menurunan
kepadamu (Muhammad) Adz-Dzikr agar kamu menjelaskan kepada manusia apa yang
diturunkan kepada mereka.”(An-Nahl, ayat 44)
4.
Al-Mushhaf,
Allah menyebut Shuhuf untuk kitab-kitab yang diturunkan kepada Nabi Ibrahim dan
Musa. Mari kita simak ayat berikut ini:
إِنَّهُ
لَفِي الصُّحُفِ الأُلَى، صُحُفِ إِبْرَاهِيْمَ وَمُوْسَي. (الأعلى، 18-19)
“sesungguhnya terdapat di dalam shuhuf yang
terdahulu, yaitu shuhuf Ibrahim dan Musa” (al-A’la, ayat 18 dan 19).
Sedangkan
dalam Mabahits fi Ulumil Qur’an disebutkan beberapa nama al-Quran[15]
diantaranya:
1.
Kitab, sebagaimana dalam al-Qur’an disebutkan:
"لَقَدْ أَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ كِتَابًا فِيْهِ ذِكْرُكُمْ.
(الأنبياء: 10)"
“Telah Kami turunkan
kepadamu Kitab yang didalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu.”
(al-Anbiya’: 10)
2.
Furqan, sebagaimana dalam firman Allah:
" تَبَارَكَ الَّذِي
نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَي عَبْدِهِ لِيَكُوْنَ لِالْعَالَمِيْنَ نَذِيْرًا.
(الفرقان، 1)"
“sesungguhnya Kamilah
yang menurunkan al-Furqan kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan
kepada semesta alam.” (al-Furqan: 1)
3.
Zikr, sebagaimana Firman-Nya:
"إِنَّا نَحْنُ
نَزَّلْنَاالذِّكْرَ وَإنَّ لَهُ لَحَافِطُوْنَ (الحجر:9)"
“sesungguhnya Kamilah
yang menurunkan az-Zikr(Qur’an), dan sesungguhnya Kamilah yang benar-benar akan
menjaganya.”(al-Hijr: 9)
4.
Tanzil, sebagaimana Allah berfirman:
"وَإِنَّهُ
لَتَنْزِيْلٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ (الشعراء: 192)"
“dan Qur’an ini
Tanzil(diturunkan) dari Tuhan semesta alam.”(asy-Syuara’: 192)
Al-Qur’an dan al-Kitab lebih populer dari nama-nama yang lain. Dr.
Muhammad Abdullah Daraz berkata: “ini dinamakan Qur’an karena ia dibaca dengan
lisan, dan dinamakan al-Kitab karena ia ditulis dengan pena. Kedua makna ini
menunjukan yang sesuai dengan kenyataannya”.
Penamaan al-Qur’an dengan kedua nama ini menunjukkan bahwa ia
dipelihara dalam bentuk hafalan dan tulisan. Dengan demikian jika ada dari
salah satu yang melenceng maka salah satunya meluruskan.
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Ø Makna al-Qur’an dilihat dari arti bahasa berasal dari kata Qaraa
yang berarti mengumpulkan dan menghimpun. Sedangkan qiraah berarti menghimpun
huruf-huruf dan kata-kata satu dengan yang lainnya dalam suatu ucapan yang
tersusun rapi.
Ø Qur’an pada mulanya seperti qira’ah, yaitu masdar dari kata
qara’a, qur’anan.
Ø Qur’an dikhususkan sebagai nama bagi kitab Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW, sehinga Qur’an sebagai nama khas kitab itu, sebagai
nama diri.
Ø Nama-nama lain al-Qur’an sudah terdapat sendiri dan firman Allah
sendirilah yang menggambarkan nama al-Qur’an itu sendiri. Sebagaimana nama
al-Qur’an juga berdasarkan dari firman Allah sendiri.
B. Saran
Dengan segala keterbatasan yang
penulis miliki, segala bentuk saran dan masukan yang bersifat memperbaiki bisa
kami tampung dan dan jadi bahan intropeksi untuk menjadikan yang akan datang
menjadi lebih baik.
Daftar
pustaka
Abdurrahman, Fahd bin. 1996. Ulumul Quran: Study Kompleksitas Al
Quran. cetakan pertama. Titian Illahi: Yogyakarta
Al Qattan, Manna’ Khalil. 1973. Study Ilmu-Ilmu Quran. cetakan
ketiga. Terjemahan oleh Mudzakir AS. 2007. cetakan kesepuluh. Pustaka Litera
Antar Nusa: Bogor
Al-Qur’an Digital. Hak cipta hanya milik Allah. @ (freeware)
Amanah, Siti,
Dra. H. 1993. Pengantar Ilmu Al Quran dan Tafsir. CV Asy Sifa’: Semarang
Marzuki, Kamaluddin. 1992. ‘Ulum
al-Qur’an. PT Remaja Rosdakarya:
Bandung
Wikipedia Ensiklopedia Bebas. Nama lain al-Qur’an. (online). http://id.wikipedia.org/wiki/Al-Qur’an. Diakses 30 Desember 2012
[1]
Al-Qur’an Digital versi 2.0, hak cipta hanya milik Allah.
[3] Ibid.,
hal 4.
[4] Manna’
Khalil al-Qattan, al-Mabahist fi Ulumil Qur’an:Studi Ilmu-ilmu Qur’an,
penerjemah:Mudzakir AS (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 1992), hal 16.
[5]
Kamaluddin Marzuki, ‘Ulum Al-Qur’an, hal 4.
[6] Ibid.,
hal 5
[7] Fadh bin Abdurrahman
ar-Rumi, Ulumul Qur’an: Studi Kompleksitas al-Qur’an, penerjemah: Amirul
Hasan dan Muh. Halabi ( Yogyakarta: titian ilahi press, 1997), hal 38.
[8] Ibid.,
39
[9] Siti
Amanah, Pengantar Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, (Semarang: CV Asy-Syifa’,
1993), hal 8.
[11]
al-Qattan, al-Mabahist fi Ulumil Qur’an, hal 18.
[12] Wikipedia Ensiklopedia Bebas, nama lain al-Qur’an, diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Al-Qur’an, pada tanggal 30 Desember 2012 pukul 10.37
[14] Ibid.,
hal 6.
[15]
al-Qattan, al-Mabahist fi Ulumil Qur’an, hal 19.
Titanium Dogs - The Home of Spades - TITNALEDS.COM
BalasHapusHome of spades. In titanium alloy nier our titanium camping cookware Spades store, you will find more titanium properties than 100 Spades games, which we all agree are the most fun price of titanium and rewarding titanium cost game.